Groot Majoor van Minahasa
Groot Majoor Tololiu Dotulong dengan bintang dan klewangnya. *) |
Perang Diponegoro tahun 1825-1830 menghasilkan
banyak perwira Minahasa pertama dalam dinas angkatan perang Hindia-Belanda yang
berangkat dari pasukan khusus kemudian menjadi Oost-Indische Leger lalu resmi bernama Koninklijk Nederlands-Indisch Leger (KNIIL) di tahun 1933. Andil
pasukan khusus asal Minahasa yang dikenal sebagai Pasukan Tulungan (hulptroepen) dalam penyelesaian perang
yang disebut juga sebagai Perang Jawa tersebut sangat besar.
Keberanian dan keperwiraan tuama Minahasa dalam pertempuran konon sangat menggentarkan musuh.
Tidak heran, Belanda telah memanfaatkan jasa pasukan Tulungan (bantu) dalam
mengatasi peperangan besar yang terjadi sebelum perang Diponegoro. Beberapa
kelompok pasukan Tulungan Minahasa disebut telah berandil dalam menetralisir
perang di Maluku yang dikobarkan Kapitein Pattimura (Thomas Matulessy) tahun
1817.
Surat kabar Het
Nieuws Van Den Dag voor Nederlandch-Indie edisi 6 September 1939 dalam tulisan
khusus tentang mantan Komandan Pasukan Tulungan Minahasa Groot Majoor Tololiu
Dotulong mengungkapkan kekaguman Letnan Jenderal Hendrik Merkus de Kock.
Komandan tentara Hindia-Belanda sekaligus Letnan Gubernur Jenderal ini memuji Mayor Tololiu Dotulong yang dianggapnya sangat
membantu dalam mengakhiri perang yang menelan korban jiwa dan biaya besar itu. Tololiu
Dotulong pintar berargumen, berbakat dengan keberanian tidak terkira dan
kebijakan yang mampu mengatur pengikutnya. Pasukan Tulungan Minahasa dipujinya lagi
karena ‘hebat’ dalam segala hal, mampu menahan iklim dan selalu berhasil masuk lalu
lolos dari bahaya besar.
r |
Rumah Kepala Distrik Sonder tahun 1880. *) |
Bahkan telah membuktikan bahwa Pangeran Diponegoro
hanya ingin menyerah kepada pasukan Tulungan Minahasa. Penyerahan tokoh yang
kini menjadi pahlawan nasional Indonesia itu, menurut harian ini, berlangsung pada
tanggal 27 Maret 1830. Diponegoro mengucapkan berulangkali, bahkan setelah ia
dipenjarakan, kekagumannya terhadap keberanian dari Mayor Tololiu Dotulong.
Untuk jasa-jasanya dalam Perang Diponegoro, Tololiu
Dotulong memperoleh kenaikan pangkat militer Mayor menjadi Groot Majoor pasukan
infantri. Selain itu ia memperoleh penghargaan tanda jasa bintang emas serta sebilah
pedang kelewang bersalut emas yang terlambat sebab baru diterimanya bulan April
1833.
GROOT
MAYOOR WAKKARY
Ternyata bukan hanya Mayoor Tololiu Dotulong yang
menjadi perwira menengah Minahasa di pasukan embrio KNIL itu. Salah seorang
tokoh lain Minahasa dalam perang Diponegoro adalah Abraham Donatius Wakkary
berasal dari Negeri Baru, balak Minahasa beribukotakan Titiwungen yang sekarang
masuk Kota Manado. Ia merupakan anak dari Donatius Wakkary, Kepala Balak Negeri
Baru yang namanya dicatat di tahun 1808, seorang kaya di zamannya.
Abraham Donatius Wakkary pun memperoleh pangkat
Groot Majoor seperti halnya Tololiu Dotulong, meski berbeda kesatuan. Kalau
Tololiu Dotulong dari infantri, Abraham Wakkary pasukan berkuda (kavaleri). Dibanding
Tololiu, pencapaian militernya bahkan tergolong sangat menakjubkan, karena Wakkary
merangkak dari posisi serdadu, dan pangkat Groot Majoor diraihnya secara
istimewa, dengan langsung melompat dari posisi Sersan Mayor.
Sayang data tentang prestasi dan jasa-jasa Groot
Majoor Wakkary dalam pertempuran melawan Pangeran Diponegoro tersebut sangat
minim. Apakah ia masuk dalam Pasukan Tulungan dibawah Tololiu Dotulong atau
memimpin Pasukan Tulungan kontingen asal Balak Negeri Baru tidak ada datanya.
Jalan masuk ke rumah kepala distrik Sonder 1868-1874. *) |
Namun, surat kabar tengah bulanan Tjahaja Sijang yang diterbitkan
Zendeling Nicolaas Graafland dari Tanawangko, pada edisi perdana tahun 1869 menurunkan
berita kematian dan riwayat singkat dari Groot Majoor Abraham Wakkary ini.
Abraham Donatius Wakkary lahir di Manado tanggal 15
Juni 1796, dan dipermandikan 11 Juni 1891 oleh Pendeta J.H.Coendera van Helpen
(data lain mencatat pendeta ini adalah Predikan Ambon dan Saparua Barent Abel Joost Coenders van
Helpen, yang secara berkala melayani Keresidenan Manado). Para kepala dan
keluarga mereka di Balak Negeri Baru memang terkenal sebagai tokoh-tokoh awal
Minahasa yang memeluk agama Kristen. Terkenal umpama Hukum Alexander Karinda di
tahun 1729, lalu anaknya Augustin Karinda serta Johannes Karundeng, termasuk ayah
Abraham, yakni Donatius Wakkary.
Abraham Donatius Wakkary sekolah di Manado pada umur 18 hingga
24 tahun. Pada usia 28 tahun, di tahun 1824 masuk jadi serdadu dan pergi ke
Jawa, ikut memerangi Pangeran Diponegoro. Pangkatnya naik dari ordonans jadi
kopral. Kemudian berturut-turut menjadi sersan, sersan mayor dan terakhir Groot
Majoor pasukan berkuda. Karena keberaniannya dalam perang Diponegoro, memperoleh
bintang Ridder van de Militaire Willemsorde, dan mencatatkan diri sebagai orang Minahasa pertama yang menyandang predikat demikian.
Jhr.Francois V.A.Ridder de Stuers dalam Gedenkschrift van den Oorlog op Java van 1825 tot 1830, mencatat namanya hanya sebagai Wakkarie, menerima Ridders van de Militaire Willemsorde 4e klasse. Saat penerimaannya di tahun 1830 ia dicatat masih berpangkat Opp.Wachtmeester, sersan mayor, dari kesatuan Kavaleri (Hussaren).
Di tahun 1831 Abraham Donatius Wakkary kembali ke Minahasa, dan menjadi salah seorang Opziener, penilik dibawah Residen Manado, serta tokoh jemaat Protestan di Manado dengan menjadi syamas selama 5 tahun. Lalu atas permintaan sendiri minta berhenti karena alasan umur. Tanggal 29 Maret 1868 Groot Majoor Abraham Donatius Wakkary meninggal dunia di Manado.
Jhr.Francois V.A.Ridder de Stuers dalam Gedenkschrift van den Oorlog op Java van 1825 tot 1830, mencatat namanya hanya sebagai Wakkarie, menerima Ridders van de Militaire Willemsorde 4e klasse. Saat penerimaannya di tahun 1830 ia dicatat masih berpangkat Opp.Wachtmeester, sersan mayor, dari kesatuan Kavaleri (Hussaren).
Di tahun 1831 Abraham Donatius Wakkary kembali ke Minahasa, dan menjadi salah seorang Opziener, penilik dibawah Residen Manado, serta tokoh jemaat Protestan di Manado dengan menjadi syamas selama 5 tahun. Lalu atas permintaan sendiri minta berhenti karena alasan umur. Tanggal 29 Maret 1868 Groot Majoor Abraham Donatius Wakkary meninggal dunia di Manado.
TEMAN
SETIA
Surat kabar terbitan Batavia tadi memuji Tololiu Dotulong
sebagai pahlawan dan teman setia. Ia dilahirkan di Kema (kini kecamatan di Kabupaten
Minahasa Utara) tanggal 12 Januari 1795. Ia sudah dikenal di masa mudanya
sebagai sangat pemberani. Pada usia duapuluh tahun, Tololiu diangkat menjadi Kepala
Distrik Kedua (Hukum Kedua) Sonder dan delapan tahun kemudian di tahun 1823
dipromosi menjadi Kepala Distrik (Hukum Besar). Kinerja, semangat besar dan
kemampuan Tololiu Dotulong dipujikan sekali Gubernur Jenderal Hindia-Belanda
Godert Alexander Gerard Philip Baron van der Cappelen (1816-1826)
selama kunjungannya ke Minahasa tahun 1824. Tidak heran di tahun 1827 Tololiu Dotulong
dianugerahi gelar kehormatan Mayoor.
Di tahun 1827 Tololiu Dotulong menikah dengan putri Kepala
Distrik Kakas (Ontoy
Elisabeth Aleto Kalalo). Masa
itu Hindia-Belanda dirongrong Perang Jawa dibawah Pangeran Diponegoro,
dan Residen Manado
(pejabat, 10 Februari 1826, lalu definitif 13 Agustus 1827-1831)
Mr.Daniel Francois Willem Pietermaat memiliki
kebiasaan mendiskusikan banyak isu penting dengan Tololiu Dotulong,
terutama
kesulitan yang diakibatkan oleh peperangan besar tersebut. Kepala
Distrik Sonder
segera menawarkan layanannya. Ia mengusulkan sang Residen membentuk
pasukan Minahasa untuk bantu memerangi Diponegoro. Ternyata pemerintah
Hindia-Belanda menerima usulannya, sehingga
Tololiu Dotulong memulai usahanya sendiri mengumpulkan sekitar 1.600
anggota
pasukan Minahasa. Ia pun diangkat menjadi komandannya.
Gubjen de Graeff (kiri) baru usai berziarah. *) |
Setelah
sukses menangkap Pangeran
Diponegoro, di tahun 1830 Tololiu Dotulong pulang kembali ke Minahasa
dan
membangun Sonder menjadi lebih baik lagi dengan banyak ilmu pengetahuan
yang
dilihatnya di Jawa. Di tahun 1861 ia mengundurkan diri dan diberikan
pensiun.
Namun semangat mudanya masih menyala-nyala laksana seorang pemuda. Di
usia 81
tahun 1876 ia mendengar berlangsungnya Perang Aceh. Berpikir
membantu, dengan segera Tololiu Dotulong menawarkan diri untuk kembali
mengumpulkan pasukan balabantuan Minahasa. Dan, karena tidak bisa
berperang lagi sebab usia tua, maka dimintanya anaknya bernama
Albertsino (Albertus)
Dotulong untuk ditunjuk sebagai komandan pasukan. Namun, karena fakta
dalam militer
Hindia-Belanda saat itu telah ada pasukan Manado, rencananya ditolak.
Tentu saja ia merasa kecewa. Groot
Majoor Tololiu Dotulong meninggal pada usia yang sangat tua, 94 tahun
tanggal 18
November 1888.
KRANS
Pemerintah Hindia-Belanda baru
kembali ingat jasa-jasa Groot Majoor Tololiu Dotulong mulai pertengahan tahun
1920-an. Tiga Gubernur Jenderal dalam perjalanan dinasnya ke Keresidenan Manado
tercatat pernah berziarah dan sebagai penghargaan meletakkan krans (karangan
bunga) di pusara ‘teman setia dan sekutu’nya selama Perang Diponegoro.
de Graeff meletakkan karangan bunga. *) |
Pertama
adalah Jhr.Mr.Andries Cornelis Dirk de Graeff di tahun 1927, kedua
Jhr.Mr.Bonifasius Cornelis de Jonge tahun 1934 dan terakhir Gubernur Jenderal
Jhr.Mr.A.W.L.Tjarda van Starkenborgh Stachouwer tahun 1939. Kini makam Groot Majoor
Tololiu dalam kondisi memprihatinkan dan tidak terurus.***
Foto: Koleksi KITLV dan Tropenmuseum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar